Harta Haram Hanya Akan Mendatangkan Derita
Allâh Ta'âla berfirman:
Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. al-Baqarah/2:168)
Melalui ayat ini dan ayat-ayat lain yang senada, Allâh Ta'âla memerintahkan manusia untuk mengkonsumsi makanan yang halal lagi baik, makanan yang tidak membahayakan badan dan akal. Juga melarang manusia mengikuti langkah-langkah syaithan dengan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allâh Ta'âla dan menghalalkan apa yang diharamkan-Nya, termasuk dalam hal ini memakan harta yang haram.[1]
Jika perintah Allâh Ta'âla ini diperhatikan oleh seseorang, maka dia akan mudah melakukan amal shaleh, namun jika sebaliknya, maka kecenderungan kepada maksiat pasti akan mendominasi dirinya. Sementara itu, empat belas abad silam, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam sudah memperingatkan umatnya tentang kedatangan satu masa di mana banyak orang yang tidak peduli lagi dengan sumber penghasilannya, apakah dari yang halal ataukah yang haram.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):
Akan datang suatu masa, orang-orang sudah sudah tidak peduli lagi dengan (cara) apa dia mendapatkan harta. Apakah dari jalan yang halal ataukah dari jalan yang haram.(HR. al-Bukhâri)[2]
Orang yang tidak peduli dengan sumber penghasilannya ini bisa jadi karena memang dia tidak tahu atau mungkin juga dia sudah tahu tetapi tetap dilanggar dengan berbagai macam alasan, bahkan kemudian membuat rekayasa. Orang pertama lebih ringan dibandingkan dengan orang kedua, karena bisa jadi dia akan meninggalkan yang haram itu dan bertaubat jika dia mengetahuinya. Sedangkan orang kedua, gemerlapnya dunia telah memperdayainya hingga tidak bisa mengendalikan dan menundukkan kerakusan nafsunya. Padahal Rasûlullâh sudah mengingatkan: "Celakalah hamba dinar, hamba dirham dan celakalah hamba pakaian."(HR. al-Bukhâri)
Itulah doa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dan beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam jika berdo'a maka pasti dikabulkan.
Jika ini dipahami dengan baik, maka sesulit apapun keadaannya, seorang Muslim tidak akan mengatakan sebagaimana ungkapan banyak orang, "Jangankan yang halal, yang haram saja susah" terlepas dari apakah ungkapan ini adalah sebuah gurauan ataukah gambaran dari fakta di lapangan.
Akibat buruk lainnya dari mengkonsumsi harta haram adalah do'anya tidak akan terkabul. Bukankah ini bencana yang sangat besar? Siapa yang tidak ingin do'anya terkabul, pasti semua ingin terkabul. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam pernah bersabda menceritakan tentang seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya acak-acakan, tubuhnya dipenuhi debu, ketika itu lelaki tersebut berdo'a dengan mengangkat kedua tangannya ke langit dan menyebut nama Allâh Ta'âla: "Wahai Rabb, Wahai Rabb…", sementara laki-laki tersebut mengkonsumsi makanan dan minuman yang tidak halal, pakaiannya pun tidak halal dan selalu diberi (makanan) yang tidak halal.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): "... Maka bagaimana mungkin permohonannya akan dikabulkan (oleh Allâh)?" (HR. Muslim no. 1015)
Dalam hadits ini, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa orang tersebut sebenarnya telah menghimpun banyak faktor yang seharusnya memudahkan terkabulnya permohonan dan doanya, akan tetapi karena perbutan maksiat yang dilakukannya, yaitu mengkonsumsi harta yang haram, maka pengabulan doanya terhalangi.[3]
Efek buruk lainnya adalah harta haram itu akan menjadi bala' baginya meskipun dipergunakan untuk jalan Allâh Ta'âla, karena Allâh Ta'âla tidak akan menerima kecuali yang baik.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allâh Ta'âla itu Maha Baik, tidak menerima kecuali yang baik."
Inilah sebagian di antara dampak buruk dari mengkonsumsi harta haram. Semoga Allâh Ta'âla melindungi kita semua dari tipu syaitan dan semoga Allâh Ta'âla mencukupkan kita dengan yang halal sehingga tidak terpikat dan tidak merasa butuh dengan harta haram.
[1]Lihat Zâdul Masîr 1/172 dan Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 80.[2]Lihat Harta Haram. DR. Erwandi Tarmidzi, hlm. 1[3]Lihat Jâmi'ul 'Ulûmi wal Hikam hlm. 105-107.
(Soal-Jawab: Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XV)
Allâh Ta'âla berfirman:
Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. al-Baqarah/2:168)
Melalui ayat ini dan ayat-ayat lain yang senada, Allâh Ta'âla memerintahkan manusia untuk mengkonsumsi makanan yang halal lagi baik, makanan yang tidak membahayakan badan dan akal. Juga melarang manusia mengikuti langkah-langkah syaithan dengan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allâh Ta'âla dan menghalalkan apa yang diharamkan-Nya, termasuk dalam hal ini memakan harta yang haram.[1]
Jika perintah Allâh Ta'âla ini diperhatikan oleh seseorang, maka dia akan mudah melakukan amal shaleh, namun jika sebaliknya, maka kecenderungan kepada maksiat pasti akan mendominasi dirinya. Sementara itu, empat belas abad silam, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam sudah memperingatkan umatnya tentang kedatangan satu masa di mana banyak orang yang tidak peduli lagi dengan sumber penghasilannya, apakah dari yang halal ataukah yang haram.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):
Akan datang suatu masa, orang-orang sudah sudah tidak peduli lagi dengan (cara) apa dia mendapatkan harta. Apakah dari jalan yang halal ataukah dari jalan yang haram.(HR. al-Bukhâri)[2]
Orang yang tidak peduli dengan sumber penghasilannya ini bisa jadi karena memang dia tidak tahu atau mungkin juga dia sudah tahu tetapi tetap dilanggar dengan berbagai macam alasan, bahkan kemudian membuat rekayasa. Orang pertama lebih ringan dibandingkan dengan orang kedua, karena bisa jadi dia akan meninggalkan yang haram itu dan bertaubat jika dia mengetahuinya. Sedangkan orang kedua, gemerlapnya dunia telah memperdayainya hingga tidak bisa mengendalikan dan menundukkan kerakusan nafsunya. Padahal Rasûlullâh sudah mengingatkan: "Celakalah hamba dinar, hamba dirham dan celakalah hamba pakaian."(HR. al-Bukhâri)
Itulah doa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dan beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam jika berdo'a maka pasti dikabulkan.
Jika ini dipahami dengan baik, maka sesulit apapun keadaannya, seorang Muslim tidak akan mengatakan sebagaimana ungkapan banyak orang, "Jangankan yang halal, yang haram saja susah" terlepas dari apakah ungkapan ini adalah sebuah gurauan ataukah gambaran dari fakta di lapangan.
Akibat buruk lainnya dari mengkonsumsi harta haram adalah do'anya tidak akan terkabul. Bukankah ini bencana yang sangat besar? Siapa yang tidak ingin do'anya terkabul, pasti semua ingin terkabul. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam pernah bersabda menceritakan tentang seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya acak-acakan, tubuhnya dipenuhi debu, ketika itu lelaki tersebut berdo'a dengan mengangkat kedua tangannya ke langit dan menyebut nama Allâh Ta'âla: "Wahai Rabb, Wahai Rabb…", sementara laki-laki tersebut mengkonsumsi makanan dan minuman yang tidak halal, pakaiannya pun tidak halal dan selalu diberi (makanan) yang tidak halal.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): "... Maka bagaimana mungkin permohonannya akan dikabulkan (oleh Allâh)?" (HR. Muslim no. 1015)
Dalam hadits ini, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa orang tersebut sebenarnya telah menghimpun banyak faktor yang seharusnya memudahkan terkabulnya permohonan dan doanya, akan tetapi karena perbutan maksiat yang dilakukannya, yaitu mengkonsumsi harta yang haram, maka pengabulan doanya terhalangi.[3]
Efek buruk lainnya adalah harta haram itu akan menjadi bala' baginya meskipun dipergunakan untuk jalan Allâh Ta'âla, karena Allâh Ta'âla tidak akan menerima kecuali yang baik.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allâh Ta'âla itu Maha Baik, tidak menerima kecuali yang baik."
Inilah sebagian di antara dampak buruk dari mengkonsumsi harta haram. Semoga Allâh Ta'âla melindungi kita semua dari tipu syaitan dan semoga Allâh Ta'âla mencukupkan kita dengan yang halal sehingga tidak terpikat dan tidak merasa butuh dengan harta haram.
[1]Lihat Zâdul Masîr 1/172 dan Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 80.[2]Lihat Harta Haram. DR. Erwandi Tarmidzi, hlm. 1[3]Lihat Jâmi'ul 'Ulûmi wal Hikam hlm. 105-107.
(Soal-Jawab: Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XV)
Sent from Samsung Mobile
Tidak ada komentar:
Posting Komentar