Muslim Nusantara
Minggu lalu saya mendapat kehormatan untuk menjadi pembicara utama (keynote speaker) di Universitas Tekonogi Malaysia dalam sebuah acara peluncuran Global Islamic Studies, sebuah kerjasama antara Yayasan raja Zarith Sofia (johor) dan Lehigh University USA. Acara peluncuran program studi Islam global tersebut dilangsungkan dengan diskusi panel dengan tema: Interfaith dialogue: searching for common grounds.
Bagi sebagian, ini mengejutkan, minimal karena dua alasan: 1) Malaysia selama ini sangat dikenal lebih konservatif dalam pandangan-pandangan keagamaan, apalagi memang Islam ditetapkan sebagai agama negara (state religion). 2) Seorang warga Indonesia yang diundang untuk menjadi pembicara utama dalam acara yang dihadiri oleh pejabat dan mantan pejabat tinggi negara itu.
Sebenarnya ketika pertama kali saya mendapatkan jemputan atau undangan, saya sempat menolaknya. Salah satu alasan saya adalah karena memang saya telah dijadwalkan untuk mengisi beberapa acara di Indonesia. Ternyata pihak panitia tidak menyerah dan mengharapkan saya hadir walaupun hanya setengah hari. Sayapun tidak bisa menolak, apalagi setelah mengetahui bahwa tujuan dari peluncuran studi Islam global ini di AS adalah mengurangi stereotipe tentang Islam yang Timur Tengah. Di US dan di barat umummya seringkali dilihat bahwa Islam itu adalah agamanya orang-orang Timur Tengah.
Sebagai putra Nusantara sejak lama ingin melihat wajah nusantara bermain di arena internasional. Kita biasa menghibur diri dengan masa lalu yang membanggakan. Dari Soekarno ke Agus Salim, Hamka, dll., cukup membanggakan. Tapi kini malah sebaliknya. Dulu kita mengekspor guru-guru agama Islam ke Malaysia, kini kita yang pergi belajar agama ke Malaysia.
Oleh karenanya ketika mendapatkan kesempatan itu, apalagi spirit dari acara adalah memberi ruang kepada Muslim Nusantara untuk mengambil peranan di dunia global saya terima dengan Senang hati.
Kenapa Muslim Nusantara? Bersambung! Hehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar